Mungkin ada rekan blogwalker yang pernah nonton film Big Fish besutan Tim Burton? Sebenarnya ini film lawas ya tapi baru saya tonton beberapa hari yang lalu. Film yang menarik karena mengkombinasikan realitas dan fiksi, disajikan dengan apik oleh Mr Tim dengan gayanya yang khas sekali.
Ada yang menarik dari keseluruhan cerita di film tersebut. Silahkan disimak ya :)
Film ini sebenarnya mengangkat tema yang cukup sederhana, yaitu bagaimana ceorang ayah membesarkan anaknya dengan mengisi hari-harinya dengan bercerita, atau lebih tepatnya mendongeng, mengenai masa lalu sang ayahnya yang boleh dikatakan "extraordinary". Menangkap ikan besar yang hanya bisa dipancing dengan cincin emas, menaklukkan raksasa yang mengganggu ketenangan kota, menyusup ke wilayah musuh seorang diri saat mengikuti wajib militer dan berhasil mencuri peta perang, hanyalah sedikit cerita yang menggambarkan sang ayah merupakan seseorang yang luar biasa. Si anak selalu antusias ingin mengetahui kelanjutannya.
Namun saat si anak beranjak dewasa, dia mulai menemukan ketidaksesuaian antara cerita sang Ayah dengan realitas hidup.
Dia merasa dibohongi!
Ayahnya dicap sebagai seorang pembohong besar dan sampai di satu titik si anak tidak mau berbicara lagi selama kurun waktu yang cukup lama.
Kalaupun akhirnya mereka berdua kembali rujuk, yaitu saat sang ayah dalam kondisi kritis karena sakit, tetap saja si anak memendam ganjalan akan pribadi ayahnya yang menurut semua orang (kecuali dirinya tentu saja) sangat menarik, menyenangkan dan supel. Bertentangan dari sudut pandangnya.
Yang menarik adalah semakin mendekati The End (tulisan akhir kalau film habis), si anak merajut satu demi satu kebenaran cerita sang ayah! Memang tidak semua benar, karena sang ayah selalu membingkai cerita masa lalunya dengan bumbu-bumbu fiksi agar jauh lebih menarik bila dibandingkan kenyataan sebenarnya. Bila direka, 70% cerita ayahnya adalah benar dan 30% adalah "special effect"nya.
Sebagai penonton, jujur saya lebih menyukai cerita sang ayah. Tetapi saat ditanya oleh dokter yang membantu persalinan (mungkin secara Caesar) saat dia lahir, si anak menyatakan bahwa ia lebih menyukai versi realitas dibandingkan versi ayahnya. Entahlah. Mungkin dia merasa jenuh karena hampir sepanjang hidupnya sudah dijejali sang ayah dengan cerita dongeng. Indah namun tidak nyata.
*****
Ternyata menjadi orang tua tidaklah mudah ya. Anak tidak selamanya menjadi anak kecil yang lugu dan belum mengetahui mana yang realitas dan mana yang hanya dongeng atau fiksi belaka.
Sebagai seorang ayah, pasti ada rasa ingin selalu dikagumi dan dianggap sebagai figure pahlawan, hebat dalam segala hal dan senantiasa terlihat berwibawa.
Namun hidup terus begulir. Kita tidak dapat menghentikan waktu. Anak akan tumbuh dewasa dan semakin cerdas dalam memandang hidup. Kenyataan mungkin tidak seindah fiksi tetapi sebaiknya tetap harus kita tanamkan sedari dini kepada anak, sehingga mereka siap untuk menghadapinya. Tidak selamanya roda kehidupan mengalir dengan indah, namun ia nyata dan dapat "disentuh".
Saya sendiri sangat suka menceritakan dongeng kepada anak saya, sebagaimana yang dilakukan kakeknya kepada saya. Dongeng tentang kancil dan buaya, kelinci dan kura-kura, bawang putih dan bawang merah, si itik buruk rupa, dan cerita lainnya yang saya sampaikan dengan versi "seingatnya saja". Tetapi, belum pernah saya bercerita tetang kehidupan berbingkai dongeng, masih sebatas menyelipkan pesan moral dengan harapan dijadikan pijakan dan tuntunan bagi si anak di kemudian hari. Naif... tapi realistis bukan :)
Bagaimana dengan Anda?
Ada yang menarik dari keseluruhan cerita di film tersebut. Silahkan disimak ya :)
Film ini sebenarnya mengangkat tema yang cukup sederhana, yaitu bagaimana ceorang ayah membesarkan anaknya dengan mengisi hari-harinya dengan bercerita, atau lebih tepatnya mendongeng, mengenai masa lalu sang ayahnya yang boleh dikatakan "extraordinary". Menangkap ikan besar yang hanya bisa dipancing dengan cincin emas, menaklukkan raksasa yang mengganggu ketenangan kota, menyusup ke wilayah musuh seorang diri saat mengikuti wajib militer dan berhasil mencuri peta perang, hanyalah sedikit cerita yang menggambarkan sang ayah merupakan seseorang yang luar biasa. Si anak selalu antusias ingin mengetahui kelanjutannya.
Namun saat si anak beranjak dewasa, dia mulai menemukan ketidaksesuaian antara cerita sang Ayah dengan realitas hidup.
Dia merasa dibohongi!
Ayahnya dicap sebagai seorang pembohong besar dan sampai di satu titik si anak tidak mau berbicara lagi selama kurun waktu yang cukup lama.
Kalaupun akhirnya mereka berdua kembali rujuk, yaitu saat sang ayah dalam kondisi kritis karena sakit, tetap saja si anak memendam ganjalan akan pribadi ayahnya yang menurut semua orang (kecuali dirinya tentu saja) sangat menarik, menyenangkan dan supel. Bertentangan dari sudut pandangnya.
Yang menarik adalah semakin mendekati The End (tulisan akhir kalau film habis), si anak merajut satu demi satu kebenaran cerita sang ayah! Memang tidak semua benar, karena sang ayah selalu membingkai cerita masa lalunya dengan bumbu-bumbu fiksi agar jauh lebih menarik bila dibandingkan kenyataan sebenarnya. Bila direka, 70% cerita ayahnya adalah benar dan 30% adalah "special effect"nya.
Sebagai penonton, jujur saya lebih menyukai cerita sang ayah. Tetapi saat ditanya oleh dokter yang membantu persalinan (mungkin secara Caesar) saat dia lahir, si anak menyatakan bahwa ia lebih menyukai versi realitas dibandingkan versi ayahnya. Entahlah. Mungkin dia merasa jenuh karena hampir sepanjang hidupnya sudah dijejali sang ayah dengan cerita dongeng. Indah namun tidak nyata.
*****
Ternyata menjadi orang tua tidaklah mudah ya. Anak tidak selamanya menjadi anak kecil yang lugu dan belum mengetahui mana yang realitas dan mana yang hanya dongeng atau fiksi belaka.
Sebagai seorang ayah, pasti ada rasa ingin selalu dikagumi dan dianggap sebagai figure pahlawan, hebat dalam segala hal dan senantiasa terlihat berwibawa.
Namun hidup terus begulir. Kita tidak dapat menghentikan waktu. Anak akan tumbuh dewasa dan semakin cerdas dalam memandang hidup. Kenyataan mungkin tidak seindah fiksi tetapi sebaiknya tetap harus kita tanamkan sedari dini kepada anak, sehingga mereka siap untuk menghadapinya. Tidak selamanya roda kehidupan mengalir dengan indah, namun ia nyata dan dapat "disentuh".
Saya sendiri sangat suka menceritakan dongeng kepada anak saya, sebagaimana yang dilakukan kakeknya kepada saya. Dongeng tentang kancil dan buaya, kelinci dan kura-kura, bawang putih dan bawang merah, si itik buruk rupa, dan cerita lainnya yang saya sampaikan dengan versi "seingatnya saja". Tetapi, belum pernah saya bercerita tetang kehidupan berbingkai dongeng, masih sebatas menyelipkan pesan moral dengan harapan dijadikan pijakan dan tuntunan bagi si anak di kemudian hari. Naif... tapi realistis bukan :)
Bagaimana dengan Anda?