Kelebihan atau kekurangan dampak aplikasi sistem Home Schooling bagi anak mungkin banyak dicari oleh para orang tua yang ingin anaknya bersekolah di rumah.
Sebenarnya banyak hal yang menjadi pertimbangan ayah dan bunda untuk memasukkan anaknya ke Home Schooling ketimbang masuk ke sekolah umum, diantaranya adalah takut akan praktek bullying atau premanisme kakak kelas di sekolah, mutu pendidikan sekolah umum yang dianggap masih rendah, kualitas waktu orang tua dan anak, serta kondisi mental anak itu sendiri. Di sisi lain, kemampuan sosialisasi menjadi hal yang menuntut untuk diperhatikan juga karena anak Home Schooling lebih banyak di rumah dan tidak berinteraksi dengan teman main atau teman sekolahnya.
Kontroversi mengenai efektifitas program Home Schooling memang masih ada hingga saat ini. Apakah dampak positifnya lebih banyak dari negatif? Bagaimana dengan efeknya terhadap perkembangan jiwa anak? Apakah bakat anak juga dapat tersalurkan dan semakin terasah? Bagaimana dengan kemampuan daya saing anak di masyarakat nanti setelah dewasa?
Mudah-mudahan di artikel berikut ini tentang kelebihan atau kekurangan akibat penerapan Home Schooling serta efektifitasnya terhadap perkembangan kemampuan anak sedikit banyak dapat menjawab kekhawatiran kita sebagai orang tua yang ingin mencoba sistem pendidikan alternatif tersebut. Semoga
Home Schooling, Efektifkah?
LEBIH konsentrasi dan penyerapan mata pelajaran bisa maksimal. Itulah beberapa alasan orangtua memilih home schooling untuk pendidikan buah hatinya. Benarkah alasan tersebut? Tidak semua orangtua sepakat untuk menyekolahkan anak-anaknya di sekolah umum.
Banyak alasan, salah satunya adalah kurang bermutunya pendidikan di sekolah-sekolah umum, sehingga terlalu banyak murid yang ditangani guru dalam satu ruang kelas. Ujungnya, penyerapan pelajaran pun tak maksimal.
Pendapat itu memang tidak berlebihan, karena memang di sekolah umum, satu orang guru bisa mengajar 20 bahkan sampai 30 anak dalam satu ruang kelas. Sedangkan diyakini, bahwa kemampuan masing-masing anak dalam menangkap mata pelajaran yang diberikan berbeda-beda.
Home schoolingpun lantas dilirik sebagai alternatifnya. Tidak seperti di sekolah umum, home schooling (sekolah di rumah) ini memiliki konsep yang biasanya satu guru akan menghadapi satu atau dua murid saja. Selain tentu saja lebih bisa ditertibkan, dengan home schooling, anak bisa lebih berkonsentrasi dalam menangkap pelajaran. Mutu mata pelajaran yang diberikan, juga bisa dipilih, sesuai dengan apa yang dibutuhkan anak saat itu.
Walaupun bisa menjaga kualitas pendidikan atau pengajaran kepada anak-anak yang belajar di rumah, bukan tidak berarti pendidikan jenis ini tidak mengalami kekurangan. Salah satu kekurangan yang paling menonjol dari home schooling adalah anak tidak bisa bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya.
Kasus seperti inilah yang kemudian menjadi perdebatan hangat di kalangan pengajar serta psikolog anak. Sebab, pendidikan yang berkualitas tidak akan bermanfaat jika anak tidak bisa bersosialisasi dengan teman-teman seusianya.
Untuk mengatasi hal itu, biasanya anak-anak home schooling melakukan aktivitas luar ruang, seperti olahraga, program kepanduan, bakti sosial, atau bahkan kerja sambilan, jika usia mereka sudah cukup remaja.
Praktisi home schooling biasanya mengandalkan dukungan kelompok untuk mendukung dan mengadakan kontak personal dengan keluarga-keluarga yang berpikiran sama tentang home schooling ini. Larry Shyers dari Universitas Florida menulis disertasi doktoral yang mempertanyakan perkembangan sosial anak-anak yang berada di home schooling.
Dalam penelitiannya, anak-anak umur 8?10 tahun direkam dengan video saat bermain. Perilaku mereka diobservasi konselor-konselor terlatih yang tidak dikonfirmasi mana anak-anak yang bersekolah biasa dan mana yang di home schooling. Hasilnya ternyata sangat mengejutkan. Penelitian tersebut menyatakan tidak ada perbedaan besar antara kedua kelompok tersebut tentang konsep diri,walaupun anak tidak bersekolah di sekolah umum.
Tapi yang jelas, rekaman tersebut menunjukkan bahwa anak-anak yang belajar di rumah atau melakukan home schooling dengan orangtuanya secara konsisten tidak banyak bermasalah dengan bakat, kemampuan, dan cara bersosialisasi.
Susan Nelson, seorang pengembang kurikulum dan konsultan home schooling dari Amerika, menyatakan bahwa orangtua akan merasakan tugas-tugas mereka lebih sederhana jika mereka menentukan tujuan utama mengapa mereka menjadi pendidik-pendidik di rumah, termasuk untuk memfasilitasi anak dengan pengalaman-pengalaman belajar yang menarik, atau untuk mempersiapkan anak untuk memasuki sekolah formal.
Seperti pendidikan formal lainnya, home schooling juga bisa mengajarkan berbagai jenis mata pelajaran pada anak-anak, misalnya pada pagi hari anak dapat berlatih bahasa Inggris, bermain piano, dan menulis. Tiap sore anak bisa diajarkan membaca dengan cara pergi ke perpustakaan atau bisa pula melakukan jelajah hutan atau mengamati alam.
"Tidak ada yang salah dari pendidikan di rumah atau home schooling pada anak-anak jika dilakukan dengan benar,? kata psikolog anak alumni Universitas Indonesia (UI), Dr Wiryawan.
Jika di Indonesia orang tua masih sangat takut kalau anak-anaknya tidak mendapatkan ijazah resmi, sejumlah universitas seperti Harvard dan Yale mengizinkan anak-anak home schooling untuk kuliah dan belajar di kampus terkenal tersebut. Bahkan dilaporkan, bahwa siswa-siswa home schooling memenangkan persaingan pendaftaran ke perguruan tinggi favorit.
Tanpa transkrip akademik dari SMU formal, pendaftar dapat mengumpulkan sampel atau portofolio kerja mereka, surat rekomendasi dari orangtua, atau juga guru yang membantu.
Tercatat, 1.657 keluarga home schooling menyatakan bahwa siswa home schooling ingin melanjutkan ke perguruan tinggi: 69 persen responden memilih untuk ambil pendidikan lanjutan sekunder yang formal. Bahkan dari datadata yang ada, siswa home schooling yang dites selalu di atas rata-rata.
"Pola data siswa home schooling mirip siswa dari sekolah swasta favorit. Itu merupakan satu langkah maju bagi dunia pendidikan anak. Asal saja home schooling mereka benar-benar berkualitas," jelas dia.
Sumber: Okezone.com
Sebenarnya banyak hal yang menjadi pertimbangan ayah dan bunda untuk memasukkan anaknya ke Home Schooling ketimbang masuk ke sekolah umum, diantaranya adalah takut akan praktek bullying atau premanisme kakak kelas di sekolah, mutu pendidikan sekolah umum yang dianggap masih rendah, kualitas waktu orang tua dan anak, serta kondisi mental anak itu sendiri. Di sisi lain, kemampuan sosialisasi menjadi hal yang menuntut untuk diperhatikan juga karena anak Home Schooling lebih banyak di rumah dan tidak berinteraksi dengan teman main atau teman sekolahnya.
Kontroversi mengenai efektifitas program Home Schooling memang masih ada hingga saat ini. Apakah dampak positifnya lebih banyak dari negatif? Bagaimana dengan efeknya terhadap perkembangan jiwa anak? Apakah bakat anak juga dapat tersalurkan dan semakin terasah? Bagaimana dengan kemampuan daya saing anak di masyarakat nanti setelah dewasa?
Mudah-mudahan di artikel berikut ini tentang kelebihan atau kekurangan akibat penerapan Home Schooling serta efektifitasnya terhadap perkembangan kemampuan anak sedikit banyak dapat menjawab kekhawatiran kita sebagai orang tua yang ingin mencoba sistem pendidikan alternatif tersebut. Semoga
Home Schooling, Efektifkah?
LEBIH konsentrasi dan penyerapan mata pelajaran bisa maksimal. Itulah beberapa alasan orangtua memilih home schooling untuk pendidikan buah hatinya. Benarkah alasan tersebut? Tidak semua orangtua sepakat untuk menyekolahkan anak-anaknya di sekolah umum.
Banyak alasan, salah satunya adalah kurang bermutunya pendidikan di sekolah-sekolah umum, sehingga terlalu banyak murid yang ditangani guru dalam satu ruang kelas. Ujungnya, penyerapan pelajaran pun tak maksimal.
Pendapat itu memang tidak berlebihan, karena memang di sekolah umum, satu orang guru bisa mengajar 20 bahkan sampai 30 anak dalam satu ruang kelas. Sedangkan diyakini, bahwa kemampuan masing-masing anak dalam menangkap mata pelajaran yang diberikan berbeda-beda.
Home schoolingpun lantas dilirik sebagai alternatifnya. Tidak seperti di sekolah umum, home schooling (sekolah di rumah) ini memiliki konsep yang biasanya satu guru akan menghadapi satu atau dua murid saja. Selain tentu saja lebih bisa ditertibkan, dengan home schooling, anak bisa lebih berkonsentrasi dalam menangkap pelajaran. Mutu mata pelajaran yang diberikan, juga bisa dipilih, sesuai dengan apa yang dibutuhkan anak saat itu.
Walaupun bisa menjaga kualitas pendidikan atau pengajaran kepada anak-anak yang belajar di rumah, bukan tidak berarti pendidikan jenis ini tidak mengalami kekurangan. Salah satu kekurangan yang paling menonjol dari home schooling adalah anak tidak bisa bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya.
Kasus seperti inilah yang kemudian menjadi perdebatan hangat di kalangan pengajar serta psikolog anak. Sebab, pendidikan yang berkualitas tidak akan bermanfaat jika anak tidak bisa bersosialisasi dengan teman-teman seusianya.
Untuk mengatasi hal itu, biasanya anak-anak home schooling melakukan aktivitas luar ruang, seperti olahraga, program kepanduan, bakti sosial, atau bahkan kerja sambilan, jika usia mereka sudah cukup remaja.
Praktisi home schooling biasanya mengandalkan dukungan kelompok untuk mendukung dan mengadakan kontak personal dengan keluarga-keluarga yang berpikiran sama tentang home schooling ini. Larry Shyers dari Universitas Florida menulis disertasi doktoral yang mempertanyakan perkembangan sosial anak-anak yang berada di home schooling.
Dalam penelitiannya, anak-anak umur 8?10 tahun direkam dengan video saat bermain. Perilaku mereka diobservasi konselor-konselor terlatih yang tidak dikonfirmasi mana anak-anak yang bersekolah biasa dan mana yang di home schooling. Hasilnya ternyata sangat mengejutkan. Penelitian tersebut menyatakan tidak ada perbedaan besar antara kedua kelompok tersebut tentang konsep diri,walaupun anak tidak bersekolah di sekolah umum.
Tapi yang jelas, rekaman tersebut menunjukkan bahwa anak-anak yang belajar di rumah atau melakukan home schooling dengan orangtuanya secara konsisten tidak banyak bermasalah dengan bakat, kemampuan, dan cara bersosialisasi.
Susan Nelson, seorang pengembang kurikulum dan konsultan home schooling dari Amerika, menyatakan bahwa orangtua akan merasakan tugas-tugas mereka lebih sederhana jika mereka menentukan tujuan utama mengapa mereka menjadi pendidik-pendidik di rumah, termasuk untuk memfasilitasi anak dengan pengalaman-pengalaman belajar yang menarik, atau untuk mempersiapkan anak untuk memasuki sekolah formal.
Seperti pendidikan formal lainnya, home schooling juga bisa mengajarkan berbagai jenis mata pelajaran pada anak-anak, misalnya pada pagi hari anak dapat berlatih bahasa Inggris, bermain piano, dan menulis. Tiap sore anak bisa diajarkan membaca dengan cara pergi ke perpustakaan atau bisa pula melakukan jelajah hutan atau mengamati alam.
"Tidak ada yang salah dari pendidikan di rumah atau home schooling pada anak-anak jika dilakukan dengan benar,? kata psikolog anak alumni Universitas Indonesia (UI), Dr Wiryawan.
Jika di Indonesia orang tua masih sangat takut kalau anak-anaknya tidak mendapatkan ijazah resmi, sejumlah universitas seperti Harvard dan Yale mengizinkan anak-anak home schooling untuk kuliah dan belajar di kampus terkenal tersebut. Bahkan dilaporkan, bahwa siswa-siswa home schooling memenangkan persaingan pendaftaran ke perguruan tinggi favorit.
Tanpa transkrip akademik dari SMU formal, pendaftar dapat mengumpulkan sampel atau portofolio kerja mereka, surat rekomendasi dari orangtua, atau juga guru yang membantu.
Tercatat, 1.657 keluarga home schooling menyatakan bahwa siswa home schooling ingin melanjutkan ke perguruan tinggi: 69 persen responden memilih untuk ambil pendidikan lanjutan sekunder yang formal. Bahkan dari datadata yang ada, siswa home schooling yang dites selalu di atas rata-rata.
"Pola data siswa home schooling mirip siswa dari sekolah swasta favorit. Itu merupakan satu langkah maju bagi dunia pendidikan anak. Asal saja home schooling mereka benar-benar berkualitas," jelas dia.
Sumber: Okezone.com
visit to website, i want to know about bisnis...thanx
BalasHapus